MENARAnews, Medan (Sumut) – Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sumatera Utara saat melakukan diskusi publik terkait Pembangunan Sumut Tanpa Tata Ruang bersama beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat di Cafe Penang Corner, Medan (15/2).
Persoalan Tata Ruang khususnya di Sumut hingga saat ini belum memiliki kepastian karena belum ada keputusan dari pihak legislatif. Peraturan Daerah Provinsi tentang Tata Ruang diperlukan dalam menentukan dan menjadi legitimasi serta arah pembangunan suatu daerah.
Melihat kinerja legislatif yang tidak maksimal, Walhi dan Organisasi Masyarakat Sipil lainnya khawatir pembangunan di Sumut akan berbenturan dengan rambu-rambu penting dalam kaidah pembangunan dan semakin berada diluar kendali.
“Tata ruang itu diatur bukan berbicara berapa ruang akan dibentuk tetapi berapa ruang yang bisa diselamatkan untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang,” kata Jaya Arjuna seorang pemerhati lingkungan.
Menurutnya konsep pembangunan berkelanjutan itu bukan untuk membuat ruang baru tetapi berapa ruang yang bisa digunakan nanti oleh generasi selanjutnya.
Sementara menurut Jimmy Panjaitan Aktivis KPHSU (Komisi Perlindungan Hutan Sumatera Utara) menilai bahwa pembangunan di Sumut adalah ilegal karena tidak ada yang dijadikan sebagai acuan atau dasar hukum untuk membangun sesuatu oleh pemerintah.
Jimmy mengungkapkan bahwa agenda pembangunan di Sumut tidak ada selain pembangunan oleh nasional/pusat. Lebih lanjut, Ia menilai pembangunan di Sumut juga tergantung oleh investor.
“Pembangunan di Sumut ini tergantung investor, terserah mereka ingin bangun apa ya dibangun aja, jadinya konflik dimana-mana” katanya.
Jika melihat kepada Undang-undang Tata Ruang didalamnya telah jelas diatur secara rinci apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah. Misalnya saja dalam kawasan startegis provinsi, rencana pembangunannya harus dituangkan dalam Perda sehingga jelas apa saja yang akan dibangun.
Jimmy menilai Walhi Sumut jangan terlalu lama menunggu, seharusnya sudah bisa melakukan gugatan hukum kepada Pemerintah Provsu, Bappeda dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang seharunya bertanggungjawab atas pembangunan di Sumut.
Selanjutnya Rumita Ningrum perwakilan Forum Indonesia Transparansi Anggaran (FITRA) Sumut berpendapat jika nantinya Perda Tata Ruang Sumut sudah ketuk palu maka harus sinkron dengan yang nasional agar tidak terjadi permasalahan.
“Perda itu harus sinkron dengan yang nasional, jangan seperti kasus pembakaran hutan, ada Perda yang membolehkan membakar hutan asal lapor sementara undang-undang melarang membakar hutan kan jadi masalah,” ujarnya.
Direktur Walhi Sumut, Koesnadi juga mengajak agar seluruh elemen masyarakat baik organisasi masyarakat agar tetap mengawal perjuangan pembentukan Perda Tata Ruang Sumut serta ikut menyadarkan masyarakat yang lain akan pentingnya sebuah ‘Grand Design’ pembangunan suatu daerah. (ded)
{adselite}