MENARAnews, Medan (Sumut) – Hingga kini kasus penyerangan petani Tunggurono belum menemui titik terang. Beberapa orang petani dari Kelompok tani Anugerah Jaya menjadi korban pembacokan yang dilakukan sekelompok pria bersebo.
Kasus yang menyebabkan tangan korban putus akibat dibacok ini sudah dilaporkan ke Polres Binjai. Namun sudah hampir setahun, laporan dengan (STPL/152/IV/SPKT-I) belum ada penetapan tersangka oleh pihak kepolisian.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumut Herdensi Adnin mengatakan. Polisi terkesan lamban dan kurang serius menyelesaikan kasus penyerangan ini.
“Kami mendesak kepolisian agar bekerja secara profesional, agar kasus ini segera terungkap,” Katanya disela-sela Konferensi Pers yang diadakan di Sekretariat KontraS Sumut, Jalan B. Katamso, Gang Bunga No. 2 A, Medan, Kamis (25/2/16).
Korban pembacokan antara lain , Syamsul Bahri (53), Abdul Rahman (63), Sahminan (65), dan Jaimin (57). KontraS menilai ini menjadi satu bukti dari ribuan bukti lainnya bahwa aparat penegak hukum (kepolisian) kerap tidak berdaya menyelesaikan kasus-kasus yang berkaitan dengan konflik agraria.
Kasus penganiyaan yang terjadi pada 20 April 2015, Sekitar pukul 23.30 WIB di Jalan Bangau, Lingkungan IX,Kel.Mencirim,Kecamatan Binjai Timur Kota Binjai ini mengakibatkan Syamsul Bahri DKK mengalami luka yang cukup parah. Tangan Syamsul putus akibat sabetan klewang, sedangkan lainnya harus dirawat intensif di Rumah sakit karena mengalami luka yang cukup parah.
Hasil Investigasi KontraS Sumut menemukan beberapa fakta bahwa penyerangan terhadap Syamsul Bahri DKK erat kaitannya dengan persoalan tanah EKS HGU PTPN II di Desa Tunggurono.
“Seminggu sebelum penyerangan, telah terjadi bentrokan antara Kelompok Tani Anugerah Jaya dengan orang yang diduga suruhan Ucok Kamil di atas lahan eks HGU PTPN II Tunggurono. Bentrokan pecah diakibatkan kelompok yang diduga suruhan Ucok Kamil hendak mematok lahan yang sudah ditanami jagung oleh Kelompok Tani Anugerah Jaya,” terang Amin Multazam, Staff KontraS Sumut.
Atas kelambanan aparat penegak hukum dalam menyelesaikan kasus ini, KontraS mengecam kasus kekerasan yang dialami petani di Tunggurono. Mengingat carut marut persoalan konflik agraria di Sumatra Utara yang terbukti dari tidak adanya regulasi penyelesaiaan konflik.
“Artinya petani di wilayah konflik menjadi pihak yang sangat rentan menjadi korban kekerasan, intimidasi dan praktek-praktek kekerasan lain. Oleh sebab itu kepolisian harusnya mampu bertindak cepat dan profesional dalam mengungkap kasus kekerasan terhadap petani, sebagai bukti bahwa aparat kepolisan mampu bersikap adil dan melindungi,” ujar Herdensi. (yug)
{adselite}