MENARAnews Palangka Raya (Kalteng) – Gerakan Fajar Nusantara atau lebih dikenal dengan istilah Gafatar tentunya tidak asing lagi didengar masyarakat. Hal ini berkaitan dengan hilangnya dr. Rica yang diduga berkecimpung dalam organisasi tersebut.
Perkumpulan ini juga dianggap sebagai “baju baru” Al Qiyadah Al Islamiyah yang ajarannya bertolak belakang dengan islam. Kemunculanya di tiap pemberitaan baik di media televisi, cetak, dan online semakin menambah rasa kengingintahuan hal yang melatarbelakangi pembentukan organisasi ini.
Seperti pada pemberitaan sebelumnya, Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalteng menyatakan dengan tegas Organisasi Gafatar yang saat ini telah berganti nama menjadi Negara Karunia Tuhan Semesta Alam (NKSA) merupakan gerakan yang sesat dan menyesatkan.
Sejauh ini belum diketahui secara pasti motif dan tujuan organisasi Gafatar yang telah menghimpun banyak anggota di berbagai daerah termasuk Kalteng. Berdasarkan pengakuan dari MUI, anggota organisasi ini percaya akan muncul nabi baru setelah Nabi Muhammad SAW. Nabi inilah yang nantinya digadang-gadang akan menyatukan seluruh agama yang pada awalnya saling mengklaim kebenaran satu sama lain.
Hasil pengamatan wartawan MENARAnews di lapangan, kegiatan organisasi ini cenderung bertema sosial. Sekitar tahun 2014 hingga tahun 2015, anggota Gafatar melakukan kegiatan check up kesehatan gratis di Bundaran Besar Kota Palangka Raya. Anggotanya juga mengaku sedang melakukan kegiatan sosial lain seperti kerja bakti membersihkan rumah ibadah, bercocok tanam, sampai bekerjasama dengan kelompok tani dayak misik.
Namun, kegiatan itu tidak bertahan lama karena Pemda Kalteng melalui Kesbanglinmas membubarkan organisasi ini yang mengakui Ahmad Mossadeq sebagai guru spiritualnya. Pemerintah menganggap kegiatan sosial yang dilakukan hanya berupa kedok, sehingga apabila anggota yang terekrut sudah cukup banyak maka mereka akan secara terang-terangan menyebarkan pemahamannya di Kalteng. Bahkan saat ini berdasarkan data dari MUI Kalteng, struktur kepengurusannya sudah berada di 14 kabupaten/kota di Kalteng.
Untuk mengetahui lebih dalam, wartawan MENARAnews besama awak media lain mencoba mencari informasi tentang keberadaan mantan anggota Gafatar yang tersisa pasca pembubaran. Sebagian dari mereka ternyata berada di Jl.Tjilik Riwut Km.16 Kota Palanngka Raya. Wilayahnya cukup jauh dari jalan besar karena harus menempuh jarak sekitar 5 Km menelusuri hutan. Belum lagi kondisi jalan yang masih dipenuhi lumpur tanah gambut dan genangan air pasca hujan kemarin. Dengan menggunakan kendaraan bermotor tentunya hal ini menjadi tantangan di perjalanan dan ekstra hati-hati.
Setiba di lokasi, terlihat sejumlah pemukiman masyarakat berbahan kayu hutan yang katanya dihuni sekitar 24 Kepala Keluarga (KK). Awak media menemui salah satu warga bernama Rasidi. Rasidi mengaku pernah menjadi mantan pengurus Gafatar Pusat dan saat ini sebagai Kepala Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Berkah Mandiri Gemilang. Dia menjelaskan seluruh warga yang berada di lokasi tersebut merupakan anggota Gafatar yang berasal dari Jakarta, Jawa Barat, dan Sulawesi.
“Sembilan puluh persen dari kami disini pernah menjadi anggota Gafatar yang visi dan misinya untuk mewujudkan kehidupan aman, damai, dan sejahtera, persaudaraan itulah cita-cita kami, adanya kebersamaan itulah yang kami junjung selama ini,” ujar Ketua DPK Gafatar Kabupaten Indramayu Jawa Barat, Rabu (13/01/2016).
Rasidi menjelaskan bahwa kepindahan sebagian anggota Gafatar ke Kalimantan khususnya Kalteng karena mereka juga tidak diterima oleh warga di Jakarta. Anggota Gafatar menganggap bahwa keyakinan mereka selama ini baik dan benar tetapi tetap tidak dapat diterima dengan baik oleh masyarakat lain.
“Ketika masyarakat menolak visi dan misi kami, kami mencoba untuk mengajak hidup berdampingan, tapi mereka lebih mementingkan egonya. Selama ini anggaran kegiatan murni dari dana swadaya atau urunan dari anggota yang dikumpulkan lalu melakukan kegiatan sosial, pendidikan dan lainya,” tambahnya kembali.
Akhirnya 24 KK yang awalnya merupakan anggota Gafatar Pusat berpindah ke Kalteng sebagai tempat untuk berkarya terutama di bidang pertanian, perternakan dan perikanan. Hal ini menurutnya semata-mata membuktikan bahwa mereka bisa berkarya meski di tempat tanah gambut yang dianggap sulit untuk bercocok tanam.
“Seperti yang bapak-bapak lihat, kita berhasil mengembangkan lahan pertanian disini ada jagung, cabe, dan sayur-sayuran lainya. Alasan kita memilih Kalimantan Tengah, begitu kami datang ke sini, kami menemukan saudara kita ya, dan beliau begitu terbuka dan berpesan ‘yang penting kalian berbuat baik disini’ kata beliau,” kutipnya.
Dia mengungkapkan, selama berada di lokasi pertanian tersebut masyarakat Jl.Tjilik Riwut Km 16 tidak merasa tergangu atau risih dengan keberadaan mantan anggota Gafatar ini. Enam bulan sebelumnya secara organisasi, dirinya bersama dengan anggota yang lain resmi dibubarkan.
Dia mengaku, ajakan Gafatar selama ini baik terhadap keluarga dekat atau masyarakat dan tidak mengarah kepada ajakan yang menentang aturan, tetapi lebih kepada bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada selama ini. Diantaranya egoisme yang mementingkan pribadi tapi mengatasnamakan kepentingan golongan.
Pasca pembubaran Gafatar, saat ini Rasidi beserta mantan anggotanya tidak berpikir untuk membentuk organisasi baru tapi lebih kepada berkarya dan mengelola lahan pertanian. Sementara saat dimintai pendapat terkait kesesatan organisasi yang diikutinya, Rasidi tidak menggambarkannya secara detail. Dia hanya menganggap statement sesat itu hak seseorang.
“Silahkan saja orang mau menilai atau memanggil apa, yang pastinya selama saya bergabung dengan teman-teman di organisasi Gafatar tidak ada yang mengajarkan sesuatu yang melenceng dari ajaran atau aturan hukum ataupun adat yang ada di negara ini, tapi justru yang kami pertanyakan kepada orang yang mengeluarkan pernyataan itu seperti adanya tuduhan terhadap kami yang melarang orang beribadah atau tidak boleh sholat. Organisasi kami adalah murni bergerak di bidang sosial,” ujarnya.
Namun demikian, Rasidi tidak menepis bahwa anggota Gafatar meyakini akan ada nabi baru setelah Muhammad SAW. Mereka merasa hal tersebut berupakan suatu keyakinan dimana keyakinan apapun akan dijamin di Negara Kesatuan Republik Indonesia.
“Perkara kami mengimani perkara hal itu, ya terserah kami dong, kenapa mereka harus risih dan merasa terganggu kalau memang kami mengimani, kerena selama inilah kehidupan kami, dan kami merasa lebih kongkrit sedangkan kami dulu yang tidak terbimbing. Kalau kami dikatakan sesat, hak-hak merekalah silahkan saja,” tutupnya.
Sementara anggota Gafatar lain, Musih asal Sulawesi mengatakan hal yang sama, semenjak Gafatar resmi dibubarkan dirinya bersama anggota lain lebih fokus mengelola lahan.
“Kita lebih kepada mengelola lahan pertanian saja, hasilnya seperti cabe, jagung dan sayuran lainya sudah terbukti, kita bisa jual ke pasar dan hasilnya bisa buat kebutuhan sehari-hari,” uujarnya. (Arliandie)
Editor : Raudhatul N.
{adselite}