MENARAnews, Medan (Sumut) – Insiden bentrok antar kelompok warga di Desa Dangguran, Kecamatan Simpang Kanan, Kabupaten Aceh Singkil, Selasa(13/10) menuai banyak kecaman dan keprihatinan dari berbagai kalangan.
Dengan adanya aksi pembakaran rumah ibadah disertai adanya korban meninggal dunia, PMKRI (Perhimpunan Masiswa Katolik Replubik Indonesia) Kota Medan turut menyampaikan tanggapannya.
Rikson Wesley Sihotang, Ketua Presidium PMKRI Cab. Medan – St.Bonaventura, mewakili PMKRI menyampaikan tanggapan melalui rilis hasil dialog dan pertemuan anggotanya. Dalam rilisnya, pihanknya memaparkan bahwa beragama adalah hak asasi manusia yang masuk dalam kategori hak dasar yang tidak dapat dikurangi dalam kondisi apapun. Konsekuensinya, siapapun harus menghormati, menghargai, dan tidak melanggar hak orang lain dalam beragama. Bahkan negara tidak memiliki otoritas untuk menentukan mana agama yang benar dan mana agama yang salah.
Pancasila sebagai Ideologi bangsa Indonesia menyatakan dengan jelas dalam sila pertama bahwa Negara Indonesia adalah Negara yang Berdasarkan Ke Tuhanan yang Maha Esa, dan Hal ini dijabarkan didalam Konstitusi Negara Republik Indonesia yakni UUD 1945 yang menjamin kebebasan beragama di Indonesia, yaitu Pasal 28E ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 (“UUD 1945”):
“Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.”
Pasal 28E ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan. Selain itu dalam Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga diakui bahwa hak untuk beragama merupakan hak asasi manusia. Selanjutnya Pasal 29 ayat (2) UUD 1945 juga menyatakan bahwa Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama.
Peraturan bersama Menteri Agama Dan Menteri Dalam Negeri Nomor : 9 tahun 2006/Nomor : 8 tahun 2006 Tentang Pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah/wakil kepala daerah Dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum Kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat. Dalam Peraturan Bersama ini yang dimaksud yaitu :
“Kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, menghargai kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerjasama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Tahun 1945 serta Izin Mendirikan Bangunan rumah ibadat yang selanjutnya disebut IMB rumah ibadat, adalah izin yang diterbitkan oleh bupati/walikota untuk pembangunan rumah ibadat.”
Dewasa ini untuk mendirikan rumah ibadat harus meminta izin penduduk disekitar tempat yang akan didirikan minimal 60 orang/tanda tangan, jauh lebih mudah untuk mendirikan tempat-tempat prostitusi dan panti pijat yang tidak perlu meminta persetujuan penduduk disekitarnya.
Pemerintah Provinsi Aceh dan Kab. Aceh Singkil dalam hal ini terlalu lalai, sepele, dan tidak menghargai kaum minoritas, sehingga memunculkan luka baru bagi bangsa dalam rentetan kasus-kasus yang berkaitan dengan persoalan Agama di Indonesia yang sampai pada saat ini Berlandaskan KeTuhanan yang Mahas Esa, Berperi Kemanusian dan Berkeadilan Sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Detik ini juga kami meminta secara hormat kepada semua pihak yang terkait dan secara khusus kepada Pemerintah Provinsi Aceh dan kab. Aceh Singkil untuk secepatnya menindak tegas dan Menyelesaikan persoalan ini dengan cepat dan tepat karena Jelas Peristiwa ini sangat bertentangan dengan Pancasila dan UUD RI 1945, agar tidak ada propaganda baru yang akan membuat jurang pemisah antar Umat beragama.
Pada kesempatan ini kami mengajak seluruh elemen bangsa untuk terus meyakini bahwa Pancasila sebagai Ideologi bangsa tetap menjadi sebuah dasar kokoh untuk menjalin Persaudaraan dan Kerukunan antar umat beragama sebagai tanda bahwa kita bangsa Indonesia yang menghargai toleransi dan keberagaman, agar peristiwa ini menjadi akhir dari persilisihan yang mengatasnamakan Agama.(Jwt)
{adselite}