MENARAnews, Medan (Sumut) – Peristiwa pembakaran gereja di Aceh Singkil memantik Koordinator KontraS Sumut, Herdensi Adnin untuk turut berkomentar. Pihaknya menilai terjadinya konflik di Aceh Singkil adalah akibat dari Negara ‘absen’ dalam melindungi hak warga negara dalam beribadah.
Hal itu disampaikan Herdensi saat ditemui di Sekretariat KontraS Sumut, Jl. B. Katamso Gg. Bunga No. 2, Kamis (15/10) malam tadi. Herdensi menegaskan, hak individu untuk menjalankan ibadah sudah diatur dalam undang-undang, jelas tertulis dalam Pasal 28E Ayat (1) yang menegaskan bahwa setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya. Kemudian ditegaskan lagi dalam Pasal 29 Ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan bahwa negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
“Tidak ada satu orangpun yang boleh ataupun menghalangi, apalagi melarang individu untuk menjalankan agama sesuai dengan kepercayaannya,” ujarnya.
Negara, lanjut Herdensi, harus memiliki tanggungjawab terhadap rakyatnya. Konflik yang menagatasnamakan agama sebagai pemicu sudah lama terjadi di Aceh Singkil. Terhitung sejak tahun delapan puluhan sering terjadi konflik agama di Aceh. Dalam hal ini Herdensi beranggapan negara juga melakukan pembiaran terhadap apa yang terjadi di Aceh Singkil.
Apalagi setelah diterbitkan SKB tiga menteri yang mengatur tentang kerukunan umat beragama.
“Seharusnya pemerintah semakin peka dengan keadaan umat beragama di Indonesia. Bukan malah membiarkan hal tersebut semakin meluas dan sampai memakan korban jiwa,” paparnya.
Sebelum terjadinya peristiwa pembakaran gereja, sudah ada pertemuan dengan Bupati setempat untuk melakukan mediasi. Semestinya, Herdensi mengatakan, Negara sudah dapat memprediksi hal ini akan terjadi dan sudah seharusnya dia (negara) melakukan langkah antisipasi. Hal itu dilakukan agar tidak ada individu atau kelompok yang berjalan diluar koridor hukum yang berlaku.
“Sudah seharusnya kita membebaskan orang dalam beragama, selama ini kita keliru melihat agama itu dalam makna simbolik saja,” tegasnya.
Atas kejadian ini, KontraS Sumut ‘mengutuk’ keras tindakan oknum yang tidak bertanggung jawab atas tindakan pembakaran gereja di Aceh Singkil. Selain itu KontraS Sumut menuntut Kepolisian Republik Indonesia mengusut tuntas kasus kekerasan yang dilatarbelakangi persoalan agama khususnya di Aceh Singkil. KontraS Sumut juga menuntut pemerintah memberikan jaminan bagi tiap individu menjalankan agamanya sesuai dengan kepercayaan.
Tak hanya itu, KontraS Sumut menghimbau kepada semua pihak agar tidak terprovokasi dengan isu-isu yang berbau SARA.
“Kalau kita terprovokasi dengan isu-isu yang berbasis SARA, ini akan mencederai keadaban Bangsa Indonesia yang majemuk,” tandasnya. (yug)
{adselite}