MENARAnews, Medan (Sumut) – Carut marutnya konflik lahan Eks HGU PTPN II belum memiliki titik terang dalam penyelesaiannya. Pemerintah terkesan lepas tangan dengan konflik tersebut. Sudah banyak rakyat khususnya petani yang sudah menjadi korban akibat konflik lahan tersebut.
Konflik menahun ini memantik simpati para jurnalis untuk mencari solusi pnylesaian konflik lahan EKS HGU PTPN II. Medan Jurnalis Club (MJC) akan mengadakan dialog publik yang bertajuk ‘Mencari Format Penyelesaian Lahan Eks HGU PTPN II. Diskusi ini akan diadakan pada, Kamis (8/10) di Medan Club, Jalan Kartini, Medan.
Ketua panitia dialog M. Nanda OC, mengatakan dialog tentang tanah sengaja dipilih menjadi tema karena bertepatan pada Hari Tani Nasional 24 Oktober 2015. Apalagi ini juga berkaitan dengan program pembangunan jangka menengah milik Presiden Jokowi. Program ‘Reforma Agraria’ tersebut meliputi redistribusi tanah, legalisasi aset dan bantuan pemberdayaan masyarakat.
“9 juta hektar tanah dialokasikan untuk prorgam ini, dimana pemerintah menetapkan tanah seluas 4,5 juta hektare lewat legalisasi asset (sertifikasi), sementara 4,5 juta hektar lewat redistribusi tanah yang sebagian besar melalui proses pelepasan kawasan hutan,” ujar nanda.
Di sisi lain, sambung Nanda, berbagai organisasi masyarakat yang fokus pada penguatan masyarakat tani menilai bahwa program yang diklaim sebagai reformasi agraria oleh Jokowi-JK bukan sebagai reforma agraria sejati. “Selain masih cenderung terbatas dan sektoral, program ini dinilai belum diorientasikan pada penyelesaian berbagai persoalan konflik kepemilikan dan penguasaan tanah secara menyeluruh,” katanya.
Ihwal Redistribusi tanah, yang menarik di Sumatra Utara adalah pelepasan tanah eks HGU PTPN-II. Lahan seluas 5.873,06 Ha ini terhampar mulai dai kabupaten Deli serdang, kabupaten Langkat dan kota Binjai.
Nantinya gagasan format penyelesaian lahan EKS HGU PTPN II ini akan dibahas melalui Dialog publik yang akan digelar besok, Kamis (8/10).
Sejak tahun 2002, Alm. Mayjend TNI Tengku Rizal Nurdin yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Sumatra Utara sudah memerintahkan pelepasan tanah eks HGU PTPN-II kepada petani penggarap. Kebijakan yang diambil pascareformasi 1998 ini dinilainya dapat meredam terjadinya konflik horizontal maupun vertikal.
Kendati seperti itu, ribuan hektar lahan yang tak diperpanjang HGU nya melalui BPN sejak 2002 ini tidak bisa ‘disertifikatkan’. Menteri BUMN selaku pemegang saham tidak memberikan ijin prinsip untuk pelepasan asetnya tersebut.
Pada rapat dengar pendapat yang digelar di Komisi A DPRD Sumut, pada Kamis, 12 Maret 2015, Direktur SDM/Umum PTPN II, Komaruzzaman, mengatakan bahwa pelepasan eks HGU tersebut justru terhalang oleh Gubernur Sumut, Gatot Pujonugroho.
Menteri BUMN selaku salah satu pemegang saham PTPN-II, pada 14 Januari 2015 sudah meminta kepada Gubernur, perihal hasil inventarisir dan daftar nominatif warga yang berhak menerima penyerahan lahan tersebut. Atas dasar daftar itulah, Menteri BUMN kemudian menghapus asetnya.
Dalam rapat dengar pendapat itu juga, Komaruzzaman mengungkapkan bahwa berlikunya pelepasan aset ini disebabkan oleh BPN yang mengeluarkan SK No.42,43 dan 44/HGU/BPN/2002 dan No.10/HGU/BPN/2004.
“Sejak awal, SK 42,43 dan 44 yang dikeluarkan oleh BPN ini menimbulkan potensi adanya konflik, contohnya lahan yang diserahkan PTPN II untuk pembangunan bandara Kualanamu pada tahun 1996 seluas 655,83 hektar, dalam SK tersebut, BPN malah memperpanjang HGU-nya padahal sudah jelas lahannya berubah fungsi,” jelas Nanda.
Namun walaupun begitu ada juga ratusan hektar lahan PTPN II yang masih berproduksi, tidak diperpanjang HGU-nya oleh BPN. Ada lagi rumah dinas manajer, kantor, klinik yang tidak diperpanjang HGU-nya.
Selain persoalan pelepasan aset di lahan eks HGU PTPN-II, sengketa kepemilikan lahan ini juga terjadi antara masyarakat adat dengan pemerintah, masyarakat adat dengan pengusaha di beberapa wilayah lainnya di Sumut.
Pada dialog besok MJC mengundang pembicara antara lain, Plt Gubernur Sumut Tengku Erry, Kakanwil BPN Sumut, Direktur Utama PTPN II, praktisi hukum Hamdani Harahap, dosen USU DR Edy Ikhsan dan mengundang pemangku kepentingan pertanahan di Sumut termasuk salah satu NGO yang bergerak sebagai pembela HAM, KontraS. (yug)