MENARAnews, Jakarta – Kondisi ekonomi Indonesia saat ini ibarat “api dalam sekam”, yang berarti ada sesuatu yang tidak beres didalamnya, dan jika tidak diantisipasi sedini mungkin akan berdampak luasĀ terhadap sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara
Mengapa hal tersebut bisa terjadi? Dikutip dari rimanews, menurut pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng, ada lima kebijakan ekonomi Jokowi yang secara langsung menyebabkan situasi ini terjadi.
Kebijakan ekonomi Jokowi menaikkan harga BBM dinilai sebagai awal dari kekacauan ekonomi yang saat ini sedang terjadi. Kebijakan tersebut langsung berdampak pada kenaikan harga-harga (inflasi) yang tinggi sehingga mempengaruhi daya beli masyarakat.
“Kenaikan harga BBM masih terus dirasakan oleh masyarakat hingga saat ini. Kondisi ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat, tapi juga oleh para pengusaha. Inflasi yang tinggi dan daya beli masyarakat yang rendah menjadi penyebab investasi enggan untuk datang ke Indonesia, karena hasil investasi justru akan negatif,” kata Daeng
Selanjutnya adalah langkah pemerintah Jokowi yang sangat agresif membuat kerja sama atau MOU (Memorandum of Undestanding)Ā dengan pemerintah China terkait investasi dan utang, dinilai juga tidak efektif, karena para pelaku pasar internasional telah mengetahui bahwa China saat ini juga tengah mengalami perlambatan ekonomi. China saat ini sedang menghadapi krisis utang publik yang besar dan terpuruknya sektor properti China.
“Strategi ekonomi Jokowi yang berkiblat pada China merupakan upaya yang mengancam kedaulatan negara, karena berpotensiĀ membuat Indonesia dijadikan China sebagai objek penyelamat ekonomi mereka,” jelas Daeng.
Yang ketiga adalah, kebijakan Bank Indonesia (BI) yang menaikkan suku bunga sehingga berdampak langsung pada pelemahan kredit dan konsumsi, padahal sektor tersebut memberikan sumbangan lebih dari 57 persen PDB Indonesia. Kenaikan suku bunga BI ini merupakan buntut dari kebijakan Jokowi yang memicu inflasi.
“Kenaikkan suku bunga BI menjadi pemicu bank-bank di Indonesia untuk menaikkan suku bunga yang tidak wajar, sehingga berdampak pada melambatnya pertumbuhan kredit dan usaha,” ujar Daeng.
Yang keempat adalah, kebijakan ekonomi Jokowi yang terkesan sangat ambisius dalam menentukan target pembangunan infrastruktur. Kebijakan ini mendapat respon negatif dari para pelaku ekonomi, karena dianggap akan memperparah defisit neraca berjalan Indonesia. Megaproyek infrastruktur tersebut dipastikan akan memicu impor gila-gilaan yang pada akhirnya akan menyedot habis candangan devisa Indonesia
Yang terakhir adalah langkah ambisius Jokowi yang menargetkan kenaikan APBN dalam APBN P 2015 hingga 30 persen. Kebijakan ini juga dinilai oleh beberapa lembaga keuangan internasionalĀ sangat tidak realistis dan mustahil untuk tercapai, karena kondisi ekonomi yang melambat, baik nasional mapun global. Selain itu, target kenaikan pajak dan cukai yang juga kurang realistis langsung menghantam kondisi perekonomian nasional, sehingga berakibat pada bangkrutnya perusahaan dan memicu PHK.
“Masyarakat Indonesia akan menghadapi situasi yang cukup rumit di hari-hari kedepannya. Hal ini dikarenakan oleh beberapa hal, seperti tingkat inflasi yang tinggi, pelemahan daya beli masyarakat, kebangkrutan dunia industri, merosotnya harga komoditi, impor meningkat, tingginya aliran devisa ke luar negeri, semakin besarnya bunga utang dan cicilan utang pokok pemerintah dan swasta. Yang menjadi pertanyaan penting adalah, apakah ada solusi terhadap permasalahan tersebut?Itu semua tergantung pada kebijakan-kebijakan bapak Jokowi sendiri,” pungkas Daeng. (AD)
{adselite}