MENARAnews, Medan (Sumut) – Sejarah lahan Eks HGU PTPN II merupakan hasil konsesi dari tiga kesultanan besar dengan pengusaha yang ada di Sumatera Utara. Mulai dari Kesultanan Langkat, Kesultanan Serdang, Kesultanan Deli.
Namun kenapa bisa menjadi HGU PTPN II, pada waktu itu Presiden Soekarno mengeluarkan undang-undang Nasionalisasi dengan menyamakan status tanah di Sumatera dengan tanah yang ada di Jawa sehingga menjadi HGU PTPN II.
Setelah berakhir HGU nya, PTPN II seharusnya mengembalikan tanah tersebut ke pemerintah agar bisa dikelola untuk kesejahteraan rakyat. Nah yang menjadi masalah hingga sekarang masih ada tanah Eks HGU PTPN II yang belum di redistribusi oleh PT yang dulunya bernama Deli Maskapai tersebut. Hingga saat ini carut marut konflik Eks HGU PTPN II belum menemui titik terang.
Edy Ikhsan seorang pakar Antropologi Hukum dari Universitas Sumatera Utara menggambarkan situasi konflik EKS HGU PTPN II merupakan ‘Anomali Hukum’. Negara seakan melakukan pembiaran terhadap konflik yang sudah merugikan banyak pihak tersebut. “Tidak ada upaya pemerintah melakukan upaya dalam bentuk enforcement secara konkrit ” ujarnya dalam dialog publik, Kamis (8/10) yang diadakan oleh Medan Jurnalis Club di Aula Medan Club, Jalan Kartini Medan.
Pemerintah membiarkan kasus ini selama 15 Tahun lamanya sejak berakhirnya HGU PTPN II tahun 2000. Edhy menganggap saat ini lembaga penyelenggara negara sudah tak berdaya untuk memberlakukan hukum dalam penyelesaian konflik EKS HGU PPTPN II. Selanjutnya Edy mengatakan ada motif untuk menghilangkan sejarah dalam Konflik Eks HGU PTPN II.
“Sumatera Utara itu agak beda karakter sifat daripada status tanahnya, Konsesi itu hanya satu-satunya di Indonesia yang dikenal,” ujarnya.
Kemudian ditambah lagi adanya politik hitam di Negara Indonesia yang menyebabkan Konflik Eks HGU PTPN II tak pernah selesai. Tak sedikit juga yang memanfaatkan kondisi ini untuk memperkaya diri. Ada Kapitalisme yang berjamaah didalam lingkaran konflik Eks HGU PTPN II. “Jadi, pengusaha berteman dengan pengusaha di back up oleh Polisi, TNI dan Sebagainya,” ujarnya.
Edy menganggap, tidak selesainya kasus Eks HGU PTPN II juga diakibatkan karena adanya inkonsistensi antara stakeholder yang terkait. Masing masing institusi hanya mengedepankan ego, jadi memiliki kebenaran masing-masing.
Lelaki yang sudah mengeluarkan buku tentang konflik tanah adat ini memberikan beberapa solusi penanganan konflik lahan Eks HGU PTPN II. Edy mengusulkan kepada pemerintah agar tidak hanya memakai hukum positif saja. Baginya pemerintah harus melakukan kajian secara holistis dalam mengkaji persoalan lahan Eks HGU PTPN II.
Solusi berikutnya yang ditawarkan Edy, pemerintah harus memakai paradigma hukum yang komprehensif. “Harus ada prinsip – prinsip HAM didalamnya diatas dasar hukum yang kuat, harus dimulai oleh BPN dan Pemerinytah juga”. pemerintah harus juga membentuk gugus tugas cepat dalam realisasi penyelasaia. Edy memprediksi, apabila gugus tugas cepat ini berjalan dengan baik dalam enam bulan sampai satu tahun Konflik lahan ini bisa diselesaikan.
Dari fakta sejarah yang disampaikan pakar Antropologi Hukum itu, Deli Maskapai adalah penghasil tembakau terbaik didunia. Tembakau yang ihasilkan bukan digunakan sebagai rokok, tapi digunakan sebagai pembungkus cerutu. Pihak luar sudah berulang kali mencoba menanam tembakau agar menyamai kualitas tembakau Deli, namun belum pernah berhasil.(yug)