MENARAnews, Palangka Raya (Kalteng) – Adanya instruksi dari Presiden RI terkait revisi atau pencabutan Pergub Kalteng Nomor 15 tahun 2010 tentang Pedoman Pembukaan Lahan dan Perkarangan Bagi masyarakat Kalteng menuai kritik dari tokoh adat di Kalteng.
Ketua Dewan Adat Dayak (DAD) Provinsi Kalteng, Sabran Achmad mengatakan, Pergub terkait diperbolehkanyaa pembakaran lahan bagi masyarakat itu sudah dianggap baik karena selama ini masyarakat dayak di pedalaman harus membakar lahan untuk menanam padi.
“Ini sudah dilakukan masyarakat dayak di pedalaman sejak 1.000 tahun yang silam, mereka membakar lahan untuk menanam padi. Jika Pergub itu dicabut berarti pemerintah membiarkan masyarakat mati karena tidak bisa bertanam padi,” ujar Sabran saat dikonfirmasi via seluler, Selasa (26/10/2015).
Apabila pemerintah tetap melakukan revisi atau pencabutan atas Pergub tersebut, lanjut Sabran maka harus ada solusi terhadap mata pencaharian masyarakat dayak yang sebagian besar dari bertani.
“Saya tidak setuju kalau Pergub ini dicabut atau direvisi tanpa memberikan solusi karena matapencaharian masyarakat bersal dari bertani, kalaupun membakar masyarakat pasti melapor kepada pejabat setempat. Misalnya untuk satu hektar lahan yang dibakar harus lapor ke kelurahan, 2 hektar lapor ke kecamatan,” ujarnya.
Dalam pasal 1 ayat 2 peraturan tersebut memang menyebutkan, pejabat yang berwenang memberikan izin (pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara dibakar) adalah bupati/walikota. Untuk pembukaan lahan dan pekarangan dengan cara dibakar, dengan luas sampai 1 hektar dikeluarkan oleh Ketua RT, sedangkan untuk luas lahan 1-2 hektar dikeluarkan oleh lurah/kepala desa. Sementara untuk luas 2-5 hektar, dikeluarkan oleh camat.
Sementara itu pengamat hukum, Wikarya F. Dirun saat dimintai pendapat mengenai peraturan itu mengatakan setuju apabila dicabut dan meminta agar Kalteng menggunakan undang-undang yang kekuatan hukumnya lebih tinggi.
“Kita kembalikan seja ke Undang-Undang Lingkungan Hidup karena dengan akibat yang ditimbukan ini terjadinya pencemaran, jadi tidak perlu adanya Pergub dan diundang-undangnya sudah jelas kok,” tukas Wikarya.(Arliandie)
Editor : Raudhatul N.