MENARAnews, Kasongan (Kalteng) – Dampak susutnya debit air Sungai Katingan sepanjang musim kemarau tahun ini, sangat dirasakan petani ikan keramba di wilayah Kelurahan Kasongan Lama Kecamatan Katingan Hilir sejak tiga bulan terakhir.
Penyebab utamanya yakni munculnya gundukan pasir sungai yang menutupi hampir sebagian besar arus sungai yang tersisa. Tertutupnya arus sungai menuju blok keramba itulah yang menyebabkan petani ikan yang masih bertahan harus mengalami kerugian hingga puluhan juta rupiah dan gulung tikar, lantaran banyaknya ikan yang bermatian karena kekurangan oksigen.
Menurut Karmanti (47) salah satu petani ikan keramba di sekitar jembatan katingan mengaku, rugi hingga Rp 45 juta dari sembilan blok keramba miliknya dan terhitung sebanyak delapan ton lebih ikan jenis nila atau mujair mati serentak, padalah ikan jenis ini diakui paling tahan disemua kondisi air.
“Kita punya sembilan keramba, rata-rata dalam satu keramba kerugiannya mencapai Rp5 juta. Penyebabnya karena ikan kekurangan oksigen, padahal ikan sudah siap panen. Ikan yang belum terlalu busuk terpaksa kita olah menjadi ikan kering,” katanya, Sabtu (19/9/2015).
Menghindari banyaknya angka kematian ikan, bapak tiga anak ini memilih menguras habis sisa ikan nila yang ada untuk dijual maupun dibagikan kepada kerabat terdekat. Usaha keramba ikan merupakan satu-satunya sumber perekonomian keluarganya, atas kondisi itupun dirinya lantas lebih memilih menganggur hingga ketinggian air sungai kembali normal.
Surutnya air sungai katingan yang memiliki panjang sekitar 600 kilometer lebih itu juga berdampak pada krisis air bersih. Untuk mandi cuci kaskus (MCK), masyarakat disepanjang bantaran sungai masih mengandalkan air sungai. Sedangkan pemenuhan kebutuhan air bersih untuk memasak dan minum terpaksa membeli air isi ulang.
“Mungkin tidak lama lagi sumur bor kami juga akan kering, karena memang di pemukiman kami jaringan PDAM belum sampai. Repotnya jika mau BAB, sedangkan jamban yang ada saja tidak lagi dialiri air sungai,” ungkap Yamin seorang warga Kampung Banjar Kelurahan Kasongan Lama.
Ia menuturkan, dirinya beserta ratusan masyarakat bantaran sungai lainnya terpaksa memanfaatkan sisa kubang air yang ada. Meski demikian, lanjutnya warga yang menggunakan air sungai untuk mandi dan mencuci tidak mengalami gangguan kesehatan yang serius, karena kondisi ini sudah biasa mereka alami setiap musim kemarau.
“Kemarau kali ini merupakan yang terparah. Gundukan pasir tiap tahun makin menumpuk, kami khawatir satu dua tahun mendatang bakal lebih parah,” keluh pria paruh baya ini saat mengolah ikan kering di tambak ikannya.
Disisi lain, banyaknya permintaan masyarakat terhadap air siap kosumsi membawa keuntungan tersendiri bagi pelaku usaha depot air minum (DAM) diwilayah Kasongan dan sekitarnya.
“Dalam sehari saja 500 sampai 600 galon air ukuran 19 liter habis terjual, permintaan paling banyak berasal dari masyarakat yang tinggal dipinggir-pinggir sungai. Sedangkan sumur-sumur warga saat ini sudah mengering,” ujar Nyoto (37) pengusaha depot air keliling.
Penderitaan masyarakat terhadap pendangkalan air sungai di Kasongan ini, juga dirasakan warga di Kecamatan Katingan Hulu dan Bukit Raya sejak sebulan terakhir. Masyarakat di kecamatan terjauh dari ibu kota kabupaten ini bahkan terancam kelaparan akibat akses sungai yang hanya dapat ditempuh menggunakan perahu motor kandas terhalang bebatuan sungai.
Pendangkalan itu memang kerap terjadi setiap tahun. Sungai Katingan yang memiliki panjang 600 kilometer tersebut menghubungkan 12 dari 13 kecamatan yang ada serta menjadi sumber penghidupan sebagian besar masyarakat bantaran sungai. (KK/Raudhatul N.)