MENARAnews, Palembang (Sumsel) – Usai menyambangi Pemrov Sumsel, Serikat Petani Sriwijaya (SPS), Walhi Sumsel, dan Solidaritas Perempuan Palembang menggeruduk kantor DPRD Sumselguna mengadukan permasalahan konflik lahan warga dengan PTPN VII yang berlangsung sejak tahun 1980an. Aksi tersebut juga dilakukan dalam rangka memperingati hari tani/hari agraria Nasional ke 55 tahun (28/9).
Dalam orasinya, koordinator aksi yang juga Sekjen SPS, Anwar Sadat mengatakan, sejak disahkannya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, negara yang disebutkan saebagai Agraris ini belum juga memperlihatkan kesungguhannya terhadap kaum petani.
“Banyak sekali persoalan agraria, seperti penggusuran, kriminalisasi, minimnya akses petani terhadap tanah, sulitnya akses produksi pertanian, lemahnya harga produksi hasil pertanian, dan itulah persoalan yang terus mendera kaum tani Indonesia, termasuk di Sumsel ini. Atas dasar itulah kami mendesak kepada pihak eksekutif dan legislatif Sumsel untuk bertindak tegas,” ungkapnya.
Di halaman gedung DPRD Provinsi Sumsel ini juga dia menyatakan tuntutan, agar dipenuhi legalisasi hak atas tanah petani Desa Merbau (OKU) dan Desa Simpang Bayat (Muba). Meminta agar konflik agraria petani desa Sri Bandung, Desa Betung Kabupaten Ogan Ilir dan PTPN VII Cinta Manis diselesaikan, kemudian mengoptimalkan infrastruktur areal pertanian rawa Desa Sungutan Air Besa, Desa Rambai, dan Desa Perigi Talang Nangka Kabupaten OKI menjadi areal pertanian produktif.
“Bebaskan juga areal kelola petani Desa Perigi Talang Nangka, Desa Rambai, dan Desa Sungutan Air Besar dari kawasan hutan. Penuhi peningkatan harga karet di tingkat petani,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Direktur Walhi Sumsel, Hadi Jatmiko, juga meminta agar pemerintah memenuhi akses reform, permodalan, tekhnologi, dan sarana produksi pertanian untuk peningkatan kesejahteraan petani.
“Laksanakan pembaruan agraria sejati yang berkeadilan gender,” ucapnya. (AD)a