MENARAnews, Jakarta – Beberapa waktu lalu dunia digemparkan dengan kabar bahwa sebanyak 85 orang anggota kelompok militan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) menyatakan bahwa mereka keluar atau membelot dari organisasi radikal tersebut. Dari 85 orang itu, empat diantaranya berasal dari Indonesia.
Berdasarkan data-data yang dikumpulkan MENARAnews, empat orang WNI tersebut telah teridentifikasi, yaitu Abdul Hakim Munabari, Ahmad Junaedi, Helmi Alamudi, dan Mazlan
Menyikapi kabar itu, Ketua Departemen Kriminologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Indonesia (UI) DR Kemal Dermawan, mengatakan bahwa pemerintah dan masyarakat harus tetap waspada dan mencari kebenaran terkait pengakuan mereka. Oleh karena itu, harus ada lembaga pemerintah yang bertugas untuk melakukan klarifikasi terkait pengakuan empat orang tersebut.
Kabar pembelotan 85 anggota kelompok militan itu, menurut Dermawan sebagai sebuah kabar yang cukup menggembirakan, karena berpotensi meredam propaganda ISIS. Namun pemerintah harus tetap membuat langkah antisipasi, baik dari BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) ataupun lembaga-lembaga terkait lainnya.
“Harus ada langkah antisipasi jika empat orang itu memutuskan untuk kembali ke Indonesia, karena ada kemungkinan mereka akan menyebarkan paham radikal di Indonesia. BNPT dan lembaga terkait lainnya sesegera mungkin menyiapkan langkah antisipasi, karena lembaga-lembaga itulah yang memiliki kompetensi untuk menjamin apakah mereka benar-benar “sembuh” dari pengaruh ISIS,” ujar Dermawan.
Sementara itu, Staf Pengajar di Program Pascasarjana Kajian ilmu Kepolisian Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar juga mengungkapkan hal yang sama.
Ia mengatakan, empat orang WNI yang membelot dari ISIS itu harus diberikan perlindungan jika memang benar-benar telah sadar dari pengaruh jahat ISIS.
Kendati demikian, Widodo juga memberikan saran agar keberadaan mereka tetap harus diwaspadai, karena ada kemungkinan mereka justru berpura-pura dan kemudian menyebarkan ideologi ISIS di Indonesia.
“Jadi selain membina, juga harus ada deteksi terhadap WNI yang membelot dari ISIS. Intelijen dan lembaga terkait lainnya harus aktif dalam melakukan pengawasan. Jika ternyata ada penyimpangan, intelijen juga haru tahu,” katanya. (AD)