MENARAnews, Medan (Sumut) – Plt. Gubernur Sumatera Utara, Tengku Erry Nuradi membuka acara Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) di Hotel Grand Aston, Jl. Balaikota Medan, Jumat (18/9). Acara itu merupakan rangkaian kegiatan Musyawarah Nasional (Munas) IAI ke 14.
Hadir dalam acara tersebut, Ketua IAI Nasional, Munichy, Ketua IAI Sumut, DR Delianur Nasution ST MT, Ketua Panitia Pusat Munas XIV, Mascheijah, Ketua Panitia Sumut Munas XIV, Boy Brahmawanta ST MT, Dewan Kota Medan, Budi Sinulingga, Ketua Inkindo Sumut, Ir Rikardo Manurung MSi, dan ratusan peserta Munas IAI dari seluruh Indonesia.
Erry berharap Ikatan Arsitektur Indonesia (IAI) mampu mengeksplorasi kekayaan seni dan kebudayaan Sumut kemudian menuangkannya dalam karya aksitektur bangunan.
Dalam pidatonya Erry menyatakan, Sumut adalah Provinsi heterogen yang memiliki ragam etnis, suku, adat istiadat dan macam kebudayaan. Tiap suku memiliki tradisi dan ornament tersendiri yang khas dan unik. Keunikan tersebut layak dilestarikan dalam karya arsitektur rancang bangun.
“Budaya tiap suku hanya menghiasi sejumlah kantor pemerintah daerah saja, baik dari sisi ornament, corak dan rancang bangunnya. Saya berharap, para arsitek muda berbakat, dapat memadukan modernisasi dengan ornament daerah Sumut yang multi ernis. Dengan demikian, adat istiadat dan keragaman suku terus lestari dalam bangunan”, Ujarnya.
Beberapa bangunan yang mengedepankan ornament kebudayaan Sumut diantaranya kantor Gubernur yang lama di kawasan Jl Willem Iskandar, kawasan Pancing Medan dan Museum Sumut di kawasan Jl HM Jhoni Medan. “Dahulu kantpr DPRD Sumut juga sangat kental dengan corak budaya Sumut. Tetapi saat ini sudah dirubuhkan dan berganti dengan bangunan yang baru,” kenang Erry.
Erry juga menyebutkan, Sumut memiliki sejumlah bangunan adat yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Sebagian menjadi ciri khas budaya daerah maupun landmark sebuah kota di Sumut. Keberadaan bangunan tersebut menonjolkan kearifan budaya di Sumut yang multi etnis. “Salah satu contoh bangunan modern yang menerapkan ciri khas Sumut adalah Bandara Kualanamu International Airport. Bandara ini layak menjadi kebanggaan masyarakat Sumatera Utara”,katanya.
Erry berharap, akan muncul bangunan modern yang baru lainnya dengan mengedepankan ciri khas Sumut dengan tujuan pelestarian budaya suku asli Sumut.
“Bandara Kualanamu juga terus mengalami pembangunan. Salah satunya pembangunan kota Aerotropolis di sekitar bandara. Ini peluang yang tidak boleh dilewatkan begitu saja oleh para arsitek yang tergabung dalam Ikatan Arsitek Indonesia,” ujar Erry.
Tidak lupa Erry berpesan kepada semua pihak yang Forum Arsitektur dan Kota yang merupakan rangkaian kegiatan Munas IAI ke XIV di Medan yang berlangsun 17 hingga 20 September, dapat melahirkan berbagai ide dan terobosan dalam bidang arsitektur. “Momen ini bukan hanya untuk memilih kepengurusan IAI yang baru, tetapi lebih dari itu, saya berharap Munas IAI ke XIV di Medan dapat menelurkan ide dan terobosan dalam perkembangan arsitek di masa mendatang, terutama dalam menyiasasi tantangan era Masyarakat Ekonomi Asean”, pesan Erry.
Sementara Ketua IAI Nasional, Munichy mengatakan, Indonesia adalah Negara Asean yang tidak memiliki Undang-undang Arsitek hingga saat ini. Sedang Negara Asean lainnya telah mempunyai UU Aristek.
“IAI sudah mendorong pemerintah untuk segera membuat Undang-undang Arsitek sejak tahun 1978. Pada tahun 2000an, ada 3 negara Asean yang belum memiliki Undang-undang arsitek yaitu Myanmar, Vietnam dan Indonesia. Saat ini tinggal hanya kita yang belum punya”, ujar Munichy.
Munichy juga menyayangkan, selama ini para arsitek yang hanya dianggap sebagai juru gambar. Pada arsitek itu adalah sebuah profesi yang berdiri sendiri yang memiliki peran sangat penting dalam bidang rancang bangun.
“Bila terjadi malapraktik di bidang kedokteran, yang menjadi korban hanya satu orang. Tetapi bila terjadi malapraktik dibidang arsitek atau salah dalam rancang bangun suatu bangunan, bisa menelan sampai ratusan orang. Produk arsitektur itu ada disegala bidang,” tegas Munichy.
Munichy berharap Pemerintah Daerah (Pemda) dan instansi terkait untuk menyatukan persepsi dalam mendorong Indonesia memiliki UU Arsitek. “Arsitektur itu membutuhkan proses. Bukan hanya sekedar gambar. Oleh karenanya, mari kita samakan persepsi agar Indonesia punya undang-undang arsitek”, tandasnya. (yug)