MENARAnews, Jakarta – Hendri Satrio, Pengamat komunikasi poÂlitik dari Universitas ParaÂmaÂdina meÂngaÂtakan sikap Presiden Joko Widodo dihaÂrapkan konsisten menolak Usulan Program PembaÂnguÂnan Daerah Pemilihan (UP2ÂDP) atau dana aspirasi.
Usulan dana aspirasi terÂsebut, lebih baik ditolak karena tidak ada jaÂminan bahwa aspirasi maÂsyaÂrakat bisa terserap oleh anggota dewan dengan baik karena selama ini juga seÂperti itu apalagi jika ditamÂbah dengan beban anggaran.
“Sudah bagus Pak Jokowi menolak dan mudah-mudahÂan presiden konsisten, seÂhingga usulan dana aspirasi ini tidak disetujui,” kata HenÂdri di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat (26/6).
“Kan biasanya kalau suÂdah diloloskan dana aspirasi ini bisa jadi sendiri-sendiri, dana sendiri aspirasi sendiri. Bagaimana memastikan peÂnyerapan dari dana aspirasi senÂdiri, ini kan jadi tanda taÂnya juga, tidak mudah lho meÂlakukan penyerapan angÂgaÂran,” ujarnya.
Menurut Hendri, sikap penolakan ini adalah langkah baik dari Presiden Joko WiÂdodo untuk menahan dana aspirasi walaupun belum keÂluar pernyataan resminya karena dana ini juga bisa dijadikan alat politisasi yang sudah barang tentu bagi keÂpentingannya sendiri.
“Kalau misalnya disetuÂjui, nanti bayangkan saja inÂcumben DPR ini kalau mau maju kembali pasti akan luar biasa punya alatnya. Ada daÂna desa, kemudian ada dana aspirasi, belum lagi dana untuk parpol baru dinaikÂkan,” ujarnya.
Sementara itu, pengÂamat hukum tata negara, Refly Harun mengatakan dirinya juga menolak usuÂlÂan dana aspirasi tersebut, karena menurutnya pemÂbangunan seharusnya unÂtuk seluruh masyarakat InÂdonesia bukan hanya wilaÂyah tertentu seperti daÂlam usulan UP2DP yang meÂngÂalokasikan daÂna Rp20 miliar per satu anggota deÂwan setiap daeÂrah pemiliÂhan dalam satu tahun.
“Seharusnya program pemÂbangunan itu disoÂdorÂkan eksekutif, disetujui leÂgislatif. Kemudian dikaÂwal oleh legislatif. Program pemÂbangunan itu untuk seÂmua rakyat Indonesia, buÂkan cuma Dapil,” ujar Refly.
Menurut Refly, anggoÂta DPR sehaÂrusnya tidak perlu mengajukan dana asÂpirasi semacam itu kaÂrena banyak yang bisa diÂlaÂkukan anggota dewan di Dapilnya, terutama dalam fungsinya sebagai perwaÂkilan rakyat yang menyaÂlurkan suara rakyat.
“Contoh misalnya ada tanah diserobot aparat kan bisa mengadu pada angÂgoÂta DPR lalu mereka teÂlepon Kapolda. Atau ada rakyat miskin tidak bisa mendapat fasilitas keseÂhaÂtan, beri pengantar, dan telepon ruÂmah sakit. Ini yang namaÂnya fungsi reÂpresentasi angÂgota DPR mewakili kepenÂtingan maÂsyarakat,” ujarÂnya.(GL)